Sabtu, 09 Oktober 2010

Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) Jemaat “Roti Hidup” Semarang Jawa Tengah - INDONESIA

GEREJA KRISTUS RAHMANI INDONESIA
GKRI JEMAAT ROTI HIDUP
SEMARANG, JAWA TENGAH INDONESIA




MUKJIZAT ITU NYATA
(MIRACLE IS STILL REAL)


Visi GKRI Roti Hidup Semarang:
Menjadi Gereja yang Kuat dan Misioner

Tanggal Berdirinya:
2 September 2001

Alamat Gereja:
Komp. Diamond Anjasmoro Kav. 7 Puri
(sebelah SPBU Puri) Semarang
Jawa Tengah-Indonesia
Ph & fax (024) 7625 446

Gembala Sidang & Istri:
Rev. Roby Setiawan, Th.D. & Ev. Diana Tjie Setiawan, MCE







Asisten Gembala:
   Pdt. Setyawan Budiana  S.Th.








Email address:
drrobys@gmail.com

Nama Sinode:
Gereja Kristus Rahmani Indonesia (anggota PGI & PGLII)
Komp. Perkantoran Grogol Permai Blok C no. 31
Jakarta Barat Ph (021) 71034900

Kilas Balik Sejarah GKRI “Roti Hidup”
Komp. Diamond Anjasmoro kav 7
(sblh SPBU Puri) Semarang - INDONESIA
(2 Sep 2001 – 3 Sep 2007)

            Biasanya ada dua sikap ketika menghadapi berbagai pergumulan dan kesulitan: sebagian orang bersikap apatis dan makin jauh dari Tuhan; tetapi ada pula yang memilih untuk makin dekat kepada Tuhan. Para hamba Tuhan, majelis dan jemaat GKRI “Roti Hidup” memutuskan untuk memilih sikap yang kedua. Kami mengimani, bahwa semua pergumulan tsb adalah bagian dari proses pembentukan Tuhan di dalam kehidupan umatNya.
            Pada saat menjalani proses yang menyakitkan itu, iman dan pengharapan kami juga sempat jatuh bangun; ada yang tawar hati, bahkan  ada pula yang memilih untuk berjalan sendiri. Tetapi anugerah Tuhan melampaui kelemahan umatNya. Dengan kasih, Ia menopang dan melawat kami secara pribadi, baik melalui ibadah, saat teduh, lagu-lagu rohani, dan berbagai cara lainnya.
            Campur tangan dan pimpinan Tuhan telah dinyatakan secara ajaib kepada kami. Di dalam waktu 9 hari, terhitung sejak rapat pertama tg 23 Augustus 2001 di rumah Bp. Tan Hok Lay (Jl. Madukoro 3), beberapa anak Tuhan yang dikoordinir oleh Bp. Roby Setiawan menyiapkan ibadah perdana pada tg 2 September 2001. Kebaktian diadakan di aula Frank Lewis (STT Baptis), Jl. Simongan 1, Semarang dan diberi nama “Mimbar Roti Hidup”. Kata ‘Mimbar’ dipilih karena penekanan pada pengajaran firman yang sistimatis bagi umatNya. Sedangkan nama ‘Roti Hidup’ menunjuk pada Pribadi Tuhan Yesus sebagai Sang Roti Hidup (Yoh. 6:35).
            Tuhan telah menggerakkan hati anak-anakNya untuk menyediakan perlengkapan ibadah, misalnya: aula, pemain musik, alat musik, OHP, sound system, kantong persembahan, sepeda motor untuk kurir, map paduan suara, tikar untuk bersekutu dan berdoa, snack, dll.  Seorang mahasiswa program M.Div. dari STBI yang bernama Iswara Rintis bersedia melayani di dalam memainkan keyboard selama 6 bulan.
            Beberapa orang jemaat Tuhan rela memberikan waktu untuk membawa mobil mereka sendiri guna menjemput dan mengantar para anggota jemaat yang mengalami kesulitan dalam transportasi. Mereka melakukan hal tsb bukan hanya pada hari Minggu, tetapi juga pada hari-hari lainnya, yakni pada waktu diadakan persekutuan doa dan latihan paduan suara. Justru melalui pelayanan antar-jemput itu, persekutuan antar anggota jemaat menjadi erat.
            Puji Tuhan, kebaktian perdana pada tg 2 September pk. 07.00 pagi dihadiri oleh 115 orang dan ibadah sore pk. 17.00 dihadiri oleh 28 orang. Kebaktian Sekolah Minggu juga diadakan pada pk. 07.00 pagi yang dihadiri oleh 19 anak dengan 3 guru.
            Pada tg 8 September, Bp. Roby didampingi oleh Bp Martono, Bp Sungkono (alm.), Ibu Watiani, dan ibu Riana mengunjungi GKRI Mangga Besar di Jakarta. Kedatangan mereka disambut hangat oleh Pdt. Prof. DR. S.J. Sutjiono (pendiri dan ketua Sinode GKRI waktu itu), Ev. Benjamin Dharmajanto (Sekretaris Majelis GKRI Mangga Besar), dan Bp. Ryadi Pramana, MBA (ketua Komisi PI dan Misi GKRI Mangga Besar). Pdt. Sutjiono pernah menjadi dosen dari Bp. Roby pada tahun 1981 yll di Institut Alkitab Jakarta. Perkataan beliau sangat konstruktif dan membangun iman


Jemaat yg hadir dalam ibadah perdana 2 September 2001 pagi di aula Frank Lewis STBI, Jl. Simongan 1-Semarang.


Anak-anak SM berfoto dengan para guru SM setelah ibadah perdana


              Pada tg 16 September 2001, Bp. Ryadi Pramana diutus oleh GKRI Mangga Besar untuk mengunjungi sekalian beribadah bersama di Mimbar “Roti Hidup”. Kesan dan sambutan beliau begitu baik dan positip. Lalu pada tg 19 September 2001, GKRI Mangga Besar secara resmi menaungi Mimbar “Roti Hidup” dan menjadikannya sebagai salah satu pos PI-nya.
            Kemudian, pada keesokan harinya (20 September 01), Bp. Roby beserta dengan Bp. Martono, Bp. Tan Hok Lay, Bp. Rahmat, ibu Fenti, dan Ibu Hadelyn berkunjung ke kantor Pembimas Kristen Protestan kodya Semarang, Bp. Tjihno Widianto, untuk melaporkan kehadiran pos PI GKRI “Roti Hidup” di Semarang. Kedatangan kami disambut baik oleh sang Pembimas.
            Puji Tuhan, setelah 1 bulan (tepatnya: 5 hari minggu pada bulan September 01), kehadiran jemaat di dalam ibadah mingguan meningkat menjadi sekitar 160 orang dalam ibadah pagi dan sore.  “Menjadi Gereja yang Kuat dan Misioner” adalah moto kami. Pengajaran firman secara serial, yakni dari Injil Yohanes, diberitakan setiap minggunya.
            Kegiatan-kegiatan di luar hari Minggu juga diadakan, yakni: persekutuan doa puasa setiap Selasa pagi; latihan paduan suara setiap Rabu; persekutuan keluarga besar “Roti Hidup” setiap Jumat sore, dan pembesukan yang diadakan pada hari-hari yang dibutuhkan. Selain itu diadakan pula latihan musik, liturgos dan singers, vocal group, dan rapat pengurus. Karena pos PI Roti Hidup masih belum memiliki tempat ibadah yang permanen, maka acara-acara tsb diadakan di rumah beberapa anggota jemaat, misalnya rumah: Tante Katrien, Bp. Tan Hok Lay, Bp. Supratikno, Bp. Budi Santoso, Tante Jhing, Bp. Budi Hartono, Bp. Harianto, Bp. Amin, Bp. Slamet Tamtomo, Bp. Soni, dan Bp. Roby.
Agar pelayanan dapat lebih efektif, maka pada tg 15 Oktober 2001, Bp. Roby Setiawan, Th.D. ditahbiskan oleh Sinode GKRI sebagai Pendeta jemaat. Sedangkan ibu Diana, MCE dan ibu Hanna Sriwahyuni, STh. ditahbiskan sebagai Evangelis. 





            Dalam usaha mencari tempat ibadah yang lokasinya strategis, Tuhan membuka jalan melalui Ibu Herman yang diberikan mimpi oleh-Nya. Dengan rela hati beliau meminjamkan tempatnya secara cuma-cuma di jl. Imam Bonjol 116 A (depan stasiun Poncol) selama satu tahun 6 bulan untuk dipakai sebagai kegiatan gereja kami setiap harinya. Kami mulai berbakti di tempat yang baru ini pada tg. 2 Desember 2001 dan bisa merayakan Natal di situ. Syukur kepada Tuhan, segala kebutuhan untuk kepindahan tempat ibadah (mis.: pembelian bangku, AC, sound system, dll) telah tercukupi.
Ibu Herman menerima kue HUT GKRI Roti Hidup kedua. 

      Persekutuan Remaja-Pemuda Timotius mulai mengadakan kegiatan perdana mereka pada hari Sabtu 3 Nopember 2001 dengan jumlah kehadiran 15 orang. Dibimbing oleh Ev. Hanna Sriwahyuni, S.Th., mereka mengadakan ibadah perdana di rumah Bp. Tan Hok Lay, jl. Madukoro 3 Semarang.
            Persekutuan Senior Roti Hidup (usia 50 th. ke atas) mengadakan kebaktian perdana dengan merayakan Natal pada hari Selasa tg. 11 Desember 2001. Kebaktian khusus tsb dihadiri oleh 66 orang. Persekutuan ini secara rutin berlangsung sebulan sekali dengan didahului pemeriksaan kesehatan secara gratis oleh dr. Hermawati.
            Untuk mendukung kegiatan gereja, belasan ibu-ibu secara rutin setiap hari Selasa pk. 10.00 – 12.00 mengadakan doa puasa. Pada mulanya, mereka meminjam tempat di rumah Bp. Supratikno, jl. Srikandi 29 dan rumah tante Jhing, Pandanaran 111. Latihan Paduan Suara “Roti Hidup” diadakan setiap hari Rabu dan Jumat malam. Mereka mengisi pujian setiap minggu di kebaktian umum. Hampir semua lagu diaransir atau di-compose oleh Pdt. Roby.
            Pada tanggal 14 April 2002, dalam kebaktian umum sore hari, telah diadakan sakramen baptisan kudus perdana kepada 4 orang dan sidi sebanyak 2 orang.





Baptisan perdana, 14 April 2002.
 
           Pada tg 25 Mei 2002 diadakan pendewasaan pos PI Roti Hidup menjadi gereja dewasa, yakni GKRI Roti Hidup, sekaligus pelantikan Majelis perdana. Sebelum acara tsb, telah diadakan dua kali training yang membahas Tata Gereja Sinode GKRI yang dipimpin oleh Pdt. Ir. Bambang Haryanto (Ketua MD GKRI Jateng-DIY) dan oleh Pdt. Soep Sugiharjo, MTh, MMis. (Ketua bidang organisasi sinode GKRI).
            Sejak th 2002 pula telah dibentuk panitia pencarian tempat ibadah yang permanen. Oleh anugerahNya, telah dibeli satu rumah seluas 600 m2 di Jl. Trajutrisno 15 (dekat Pasar Karangayu Semarang). Namun, karena ada keberatan dari Lurah dan masyarakat setempat, ijin gereja tidak bisa dikeluarkan, sehingga rumah tsb hanya bisa dipakai sebagai tempat tinggal Sdr. Edipianus, S.Th. (pengerja gereja), tempat persekutuan doa puasa (Selasa pagi), dan  tempat persekutuan komisi Timotius (Sabtu sore).
            Th. 2003 adalah tahun yang memberi kesan mendalam bagi gerejaNya. Setelah mendapat ijin dari Lurah Krobokan, Camat, dan Bimas Kristen, maka dimulai pada bulan Maret 2003, jemaat membangun tempat ibadah dengan sehati di Jl. Madukoro 3. Rumah tsb dipinjamkan selama 2 tahun oleh keluarga Bp. Tan Hok Lay. Uang yang tersedia cukup untuk membangun suatu tempat ibadah yang bisa menampung 350 orang. Rencananya setelah 2 tahun dipakai, gereja akan membeli rumah tsb.
            Pada minggu pertama bulan Juli 2003, tempat ibadah itu diresmikan. Jemaat begitu antusias dan merasa terharu akan berkat Allah bagi gerejaNya. Namun, ternyata Tuhan punya rencana lain. Setelah diresmikan, tempat tsb tidak bisa dipakai lagi karena mengalami resolusi berupa keberatan yang keras dari sebagian masyarakat setempat. Hal itu sungguh memedihkan hati dan sempat membuat sebagian jemaat menjadi tawar hati. Selebihnya dari waktu pinjaman selama 2 tahun tsb, gedung itu hanya bisa dipakai sebagai tempat tinggal Ev. Hanna, kantor, gudang gereja, dan rumah koster. Jemaat GKRI Roti Hidup harus kembali beribadah di aula Frank Lewis, STBI. Kejadian tsb rupanya diikuti dengan beberapa pergumulan internal yang cukup intens dalam tubuh GKRI Roti Hidup, yang pada akhirnya berakibat sekelompok dari saudara-saudara seiman memisahkan diri pada bulan Januari 2004. Sungguh, suatu hal yang menyedihkan!
Salah satu spanduk tanda keberatan yg dipasang di muka Tempat ibadah
 di Jl. Madukoro 3.

Dalam situasi yang mengecewakan itu, Tuhan tetap setia. Dia menyatakan penghiburanNya melalui beberapa hal berikut ini: ibu Sianne, seorang yang bukan anggota GKRI Roti Hidup menyediakan rumahnya di Jl. Trajutrisno untuk dipakai sebagai tempat doa puasa (Selasa pagi). Keluarga Bp. Tan Hok Lay dan Ibu Tan Ing Po juga menyediakan rumah mereka guna dipakai oleh Komisi Senior untuk bersekutu sebulan sekali.
            Bp. Setyawan Budiana, S.Th. dengan keluarga secara resmi bergabung dengan kami pada tg 1 Juli 2002. Tuhan memakai jemaatNya untuk menjadi komunitas yang menyembuhkan. Dengan prinsip saling menolong, menasehati, dan membangun, akhirnya pada tg 26 September 2004, bersamaan dengan perayaan HUT gereja yang ketiga, Bp. Setyawan ditahbiskan kembali menjadi Pendeta di aula STBI. Puji Tuhan, pelayanannya beserta keluarga menjadi berkat bagi GKRI Roti Hidup.
            Kejadian lainnya yang memberi penghiburan besar adalah Tuhan menunjukkan sebuah bangunan seluas 580 m2 di kompleks Diamond Anjasmoro kav. 7 (kompleks pergudangan yang baru di Puri, seberang rumah Duka Tionghwa Ie Wan). Sang developernya, walaupun bukan orang Kristen, bersedia memberikan waktu 3 bulan bagi kami untuk mengurus IMB gereja. Kami harus membayar uang muka terlebih dahulu sebesar Rp. 500 juta sebagai tanda jadi; namun jika selama 3 bulan setelah pembayaran tsb, IMB gereja tidak bisa diperoleh, maka uang Rp. 500 juta itu akan dikembalikan, dan gereja hanya menanggung biaya notaris saja. Syukur kepada Tuhan, ijin prinsip dari walikota dapat turun dalam waktu 3 minggu; lalu 2 bulan kemudian IMB gereja didapatkan.
            Tuhan juga memakai tante Jhing (alm.) untuk mempersembahkan sebagian hasil penjualan rumahnya, yakni sebesar Rp. 500 juta, guna  dipakai sebagai pembayaran uang muka bagi tempat ibadah yang baru. Rumah di jl. Trajutrisno 15, milik gereja, dapat terjual dengan harga Rp. 500 juta yang bisa dipakai untuk pelunasan tempat ibadah (sebesar Rp. 275 juta lagi) beserta biaya renovasinya. Puji Tuhan. 





Tante Jhing menerima bingkisan dari ibu Diana.
         Pada bulan Desember 2004, komisi Senior Roti Hidup mendapat kehormatan pertama untuk menggunakan gedung gereja yang baru dan merayakan Natal, walaupun renovasi belum selesai. Renovasi gereja dilakukan secara maraton, sesuai dengan dana yang tersedia.
            Bersyukur kepada Tuhan, dalam usia 3 tahun 3 bulan, GKRI Roti Hidup telah dikaruniai tempat ibadah yang permanen. Walaupun sebelumnya, iman dan kepribadian jemaat Tuhan sempat ditempa dengan berbagai macam tantangan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam gereja sendiri. Tetapi, Ia selalu membuka jalan pada saat dimana tidak ada jalan lagi, seperti lagu yang dinyanyikan oleh Don Moen: “Dia buka jalan saat tiada jalan.”
            Sekarang ini ada sekitar 200 orang yang beribadah setiap minggunya (termasuk anak-anak Sekolah Minggu). Tuhan telah mengutus para hambaNya guna melengkapi umatNya untuk melayaniNya. Bp. Agus Budi Handoko, S.Th melayani di bidang musik gereja dan pelayanan lainnya; Bp. Fredy Hariyanto, S.Th. sebagai tenaga part-timer dalam PI dan misi.
            Adapun para hamba Tuhan yang pernah melayani di GKRI Roti Hidup adalah: Sdr. Iswara Rintis, MDiv (selama 6 bulan pada th 2001), Ev. Hanna Sri Wahyuni, S.Th. (Oktober 2001 - 06), Sdr. Edipianus, S.Th. (th 2002 - 06), Sdri. Maria Fenita (mahasiswi praktek dari SAAT, Juni-Juli 03). 
Para guru Sekolah Minggu yang berjasa di dalam mendidik anak-anak adalah: Sdri.  Novem Etty (Sep 2001 - saat ini); Sdri., Dewi (Sep 01-Oktober 05), Sdri., Mirza (Sep 01-Des. 05), Indri (Mei 2002-Juni 06); Ibu Devi (2003 - saat ini), ibu Ruth Oktavina (Maret 2006 – saat ini), Ibu Kartika (2006 – saat ini), ibu Tjen Lian (awal th 2007 – saat ini), dan ibu Ristuti Rahayu (Juni 2007 – saat ini).
            Filipi 1:6 adalah ayat yang memberi kekuatan bagi jemaatNya: Tuhan yang memulai GKRI Roti Hidup, Dia pula yang akan meneruskannya sampai pada akhirnya, pada hari Kristus Yesus. Soli Deo Gloria!



MUKJIZAT ITU NYATA
Renungan oleh: Pdt. Roby Setiawan, Th.D.

            Ya, “Mukjizat itu nyata!” Pernyataan itulah yang ada di dalam pikiran kami pada saat peresmian tempat ibadah GKRI Roti Hidup ini. Mengapa tidak, karena jika diukur dengan kekuatan dan kondisi jemaat, tidaklah mungkin kami bisa mendapatkan tempat ibadah yang permanen seperti sekarang ini (dalam usia gereja yang ke-6 th), memperoleh ijin ibadah dalam waktu relatif singkat, dan mampu menyelesaikan pembangunan. Puji Tuhan!
Kata ‘mukjizat’ diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai: kejadian (peristiwa) ajaib yang sukar dijangkau akal manusia. Memang, karya Tuhan tidak termasuk di dalam wilayah: masuk akal atau tidak masuk akal, tetapi melampaui akal manusia; karena Allah-lah yang menciptakan akal manusia.
Banyak mukjizat telah terjadi di dalam kehidupan umatNya yang tertulis di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Abraham dan Sara dikaruniai anak pada saat usia mereka sudah lanjut (cat.: Abraham berusia 100 th dan Sara 90 tahun). Bayi Musa diselamatkan oleh putri Firaun, padahal Firaun-lah yang memerintahkan semua bayi laki-laki Yahudi untuk dibunuh.  Oleh mukjizat Tuhan, laut Kolsom dan sungai Yordan terbelah menjadi dua. Dengan keajaibanNya, Maria mengandung bayi Yesus tanpa berhubungan dengan seorang laki-laki. Banyak mukjizat lain telah dilakukan oleh Tuhan Yesus dan para rasulNya dalam pelayanan mereka.
Yusuf pernah berkata kepada saudara-saudaranya yang telah berbuat jahat terhadapnya, “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar” (Kej. 50:20). Ya, dengan mukjizatNya, Allah telah membalikkan ‘nasib’ Yusuf dari seorang budak belian dan narapidana menjadi wakil Firaun. Luar biasa!
Sejak berdirinya “Mimbar Roti Hidup’ pada tg 2 September 2001, kami sudah berpindah tempat ibadah beberapa kali, yakni: dari aula Seminary Baptis (selama 3 bulan) pindah ke Imam Bonjol 116a (selama 1 tahun 6 bulan); lalu pindah ke Jl. Madukoro 3 (hanya 1 kali pakai), kemudian pindah lagi ke aula Seminary Baptis (1 tahun 4 bulan), dan akhirnya, oleh anugerahNya saja, GKRI Roti Hidup bisa beribadah di tempat permanen sekarang ini.
Dalam perpindahan tsb, ada banyak mukjizat telah terjadi, a.l.: kesetiaan jemaat untuk beribadah, meskipun tempatnya berpindah-pindah, dan sebagian besar dari mereka harus menempuh jarak yang cukup jauh dan sulit dijangkau oleh kendaraan umum, bahkan ada dari antara mereka yang rela berjalan kaki, namun tetap setia berbakti dan melayani.
Mukjizat berikutnya adalah: kekuatan yang Tuhan berikan kepada para hambaNya, majelis, aktifis dan segenap jemaatNya di dalam menghadapi berbagai tantangan, baik dari luar, dan lebih berat lagi dari intern gereja sendiri.
Tuhan juga telah mencukupi segala kebutuhan gerejaNya setiap bulan; menyediakan ijin beribadah dari pemerintah dalam waktu relatif singkat (cat.: 3 minggu untuk ijin prinsip dan 2 bulan untuk IMB gereja). Roh Kudus telah menggerakkan hati tante Jhing (alm.) untuk mempersembahkan dana Rp. 500 juta yang dipakai sebagai uang muka tempat ibadah ini. Demikian pula, Tuhan telah menggerakkan hati jemaatNya dan beberapa pribadi yang bukan anggota GKRI Roti Hidup untuk menyalurkan persembahan  mereka guna mendukung renovasi gereja dengan segala perlengkapannya, dan pembelian mobil gereja untuk antar-jemput jemaat. Puji Tuhan!
Ada banyak hal yang ‘surprising’ (mengejutkan) bagi orang-orang yang mau taat kepada perintahNya, seperti yang dituliskan oleh rasul Paulus, “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia; semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1 Kor. 2:9).
Renovasi gereja berlangsung secara maraton, yakni selama lebih dari 3 tahun. Jemaat diajar untuk tidak bersandar kepada manusia, tetapi hanya kepada Tuhan. Pembangunan tidak dilakukan dengan mengambil pinjaman dari bank atau pribadi-pribadi tertentu, juga tidak mengedarkan list untuk mencari sumbangan dari berbagai tempat. Prinsipnya adalah dengan misi iman, yakni: jika dana tersedia maka pembangunan dilanjutkan, sebaliknya apabila dana habis maka pembangunan dihentikan kapan saja. Puji Tuhan, pihak pelaksana pembangunan (yakni: Bp. Tarno dan para tukangnya) bisa memahami hal ini.
Tidak ada satupun dari aset gereja yang memakai nama pribadi, tetapi nama ‘GKRI Roti Hidup’. Hal tsb perlu dilakukan untuk mencegah jatuhnya pribadi-pribadi tertentu ke dalam pencobaan. Gereja ini bukanlah milik pribadi, tetapi milik Tuhan Yesus yang menjadi Kepala Gereja.
Selama 6 tahun yang telah dilalui, Tuhan selalu menyediakan hamba-hambaNya untuk melayani jemaatNya dengan setia, baik di bidang: pengajaran, musik, penggembalaan, dll. Selain itu, ada sekelompok orang yang tetap setia mendukung pelayanan gereja di dalam doa-puasa yang diadakan setiap hari Selasa pagi sampai siang. Gereja ini juga telah dipakai Tuhan sebagai tempat pemulihan bagi orang-orang yang jatuh ke dalam dosa dan mau bertobat.
Kerinduan kami adalah agar GKRI Roti Hidup dapat menjadi gereja yang kuat dalam iman dan berjiwa misioner bagi kemuliaan namaNya. Kami yakin, jika Tuhan telah melakukan banyak mukjizat selama 6 tahun ini; Ia-pun bersedia melakukan lebih banyak mukjizat lagi dalam tahun-tahun berikutnya, karena Ia adalah Allah yang maha besar dan maha kuasa. Soli Deo Gloria (kemuliaan hanya bagi Tuhan Yesu!).  Amin.
 



Keluarga Rev. Roby Setiawan

BERBAGAI AKTIFITAS GKRI ROTI HIDUP

Pencaosan anak perdana, Desember 2001

quintet Roti Hidup untuk mendukung pembangunan gereja 2002






  Pembinaan Iman Kristen, April 2003.        







Rekaman Shekinah singer Pencarian dana
 pembangunan gereja 2003

baptis percik 2006

Baptis selam 2006
 
Training bagi para guru PESAT, 2006


                          Tim misi mengunjungi GKRI Karangasem,






klaten yang terkena gempa bumi

Vocal group Komisi Timotius.     
                                         Doa bagi pasangan yg berulang tahun


Pernikahan.
 


Training guru-guru Sekolah Minggu se-kodya        
Semarang, Maret 2007 dipimpin oleh Ev. Diana.  

Berbagai etnis untuk kemuliaan namaNya, HUT ke-7, September 08








Kunjungan misi ke TK Pesat di Tumud, gunung Merapi 2010

Peserta wanita retreat  Mei 2010

Peserta pria retreat 2010






Peserta anak retreat 2010








 

Jumat, 17 September 2010

Apakah Nama ‘Allah’ Dapat Digunakan? Oleh: Pdt. Roby Setiawan, Th.D.

1.       Ada sebagian kelompok Kristen mempermasalahkan penggunaan nama ‘Allah’. Menurut mereka, nama ‘Allah’ adalah nama dewa air bangsa Arab atau nama dewa yang disembah penduduk Mekah dan suku Quraisy. Mereka berusaha mengajak umat Kristen dari berbagai denominasi gereja untuk mengganti penggunaan nama ‘Allah’ dan ‘Tuhan’ menjadi: Elohim (El) dan Yahweh.[1] Nama apakah yang paling tepat untuk memanggil Sang Pencipta kita? Mari kita ikuti pembahasan berikut ini. Ada enam kata Ibrani yang dipakai di dalam PL untuk menyebut diri ‘Allah’, yakni:[2]

2.      Elohim (disebutkan 2.701 kali). Kata ini adalah bentuk plural dari Eloah dan berarti: Allah yang tertinggi dan Pencipta. Kata ini menunjuk pada hubungan Allah sebagai Pencipta dengan manusia. Secara etimologi, kata Elohim tidak jelas latar belakangnya. Kata itu mungkin berasal dari akar kata yang berarti: KUAT. Kata ini juga dipakai untuk menyebut dewa/i penyembahan berhala (Kej. 31:30; Kel. 12:12).

3.      El (disebutkan 220 kali). Kata Nama EL adalah kata dasar untuk keilahian yang terdapat dalam berbagai bentuk di rumpun bahasa Semitic kuno. Kata ini sangat mungkin berasal dari kata Ul yang berarti: menjadi yang pertama, menjadi tuan, kuat dan ber-kuasa.[3] Kata ini muncul 220 kali, khususnya di kitab Ayub, Mazmur dan Yesaya. Kata ini sering disertai dengan kata sifat tertentu, misalnya: El-Shaddai (Allah mahakuasa, Kej. 17:1), El-Elyon (Allah maha tinggi, Kej. 14:20), dll.[4] Menurut text-text Ugarit (abad 14 SM), nama EL dipakai untuk menyebut dewa tertinggi dari dewa/i orang Kanaan. Yakub berkata, “El, the God of Israel” (Kej. 33:20).

4.      Eloah (tertulis 56 kali). Kata ini berarti: ketuhanan, yang ilahi, dan Allah. Biasanya, kata ini dipakai dalam bentuk puitis (Ul. 32:15; Mz. 50:22; Am. 30:5). Kata Eloah tertulis 41 kali di dalam kitab Ayub (ps. 3:4,23; 4:9,17; 5:17, dll). 


5.       Dari pembahasan di atas, nama El, Eloah, dan Elohim adalah sebutan umum yang dipakai pada waktu itu; maksudnya adalah bangsa-bangsa non-Yahudi pada waktu itu juga menggunakannya.[1]   

6.      Elah (tertulis 76 kali). Kata ini diterjemahkan sebagai “Allah”. Kita bisa mendapatkannya di dalam kitab Ezra (4:24; 5:1-17; 6:3-18, dll) dan kitab Daniel (2:11-47; 3:12-29; 4:2-9, dll).

7.      Tsur. Kata ini hanya 1 kali, yakni Yesaya 44:8. Kata ini berarti: Gunung Batu dan tempat perlindungan.

8.      Yahweh (tertulis 6.437 kali). Yahweh adalah nama khusus (nama perjanjian) yang dinyatakan Allah kepada umat-Nya. Kata ini berasal dari 4 huruf konsonan bahasa Ibrani: YHWH (tanpa huruf hidup). Bentuknya yg lebih pendek adalah YAH (Kel. 15:2, “YAH adalah kekuatanku”). Bandingkan kata “Hallelu-YAH—yg berarti: puji YAH. Kata ini sering muncul di kitab Mazmur. Pelafalan dari kata YHWH di dalam PL tidaklah pasti, karena pada kata aslinya tidak ada huruf  hidupnya (cat.: huruf hidup itu baru ditambahkan di  salinan PL dalam Masoretic Texts[2]). Nama YHWH dianggap terlalu kudus untuk dilafalkan (bnd. Kel. 20:7; Im. 24:11).

9.      Barulah Clement dari Alexandria (meninggal th 212 M) melafalkan YHWH sebagai Iaue atau Iauai. Origen (meninggal th. 253 M) melafalkannya: Iae. Menurut Theodoret (meninggal th. 457 M), ahli transliterasi kitab suci ke dalam bahasa Yunani, berkata bahwa masyarakat Samaria melafalkannya: Iabe atau Iaba.

10.      Sedangkan dalam bahasa Inggrisnya, nama YHWH disebut JEHOVAH. Sebutan ini merupakan kombinasi antara konsonan: YHWH ditambah dengan huruf hidup dari kata ADONAI (Tuhan).[3]

11.      Pada umumnya banyak ahli setuju bahwa kata YHWH berkaitan dengan kata HAWA (bentuk kuno dari kata HAYAH) yang berarti: be, become, happen (adalah, menjadi, dan terjadi). Jadi, nama YHWH berhubungan dengan kata kerja aktif dan dinamis.

12.      Di dalam Keluaran 3:14, Allah menyebut Diri-Nya sebagai: EHYEH ASYER EHYEH (“Aku adalah Aku”). Kata Ehyeh dalam tata bahasa Ibrani adalah bentuk qal imperfect dari kata HAYAH.  Abram telah mengenal nama YHWH  (Kej. 15:7-8), “…I am YHWH who brought you out of Ur …. And he said, My Lord YHWH ….” (Aku adalah YHWH yang telah membawa engkau keluar dari Ur…. Dan dia berkata, Tuhanku YHWH ….).

13.      Hagar juga mengenal nama itu. “Kemudian Hagar menamakan YHWH yang telah berfirman kepadanya itu dengan sebutan ‘Engkaulah EL-ROI.’ Sebab katanya: ‘Bukankah di sini kulihat Dia yang telah melihat aku?” (Kej. 16:13).
Nama itu diperkenalkan kepada Yakub, “And, behold, YHWH stood above it and said, I am YHWH, the  God of your father Abraham, and the God of Isaac ….” (Dan, lihat, YHWH berdiri di atasnya dan berkata, Akulah YHWH, Allah nenek-moyangmu Abraham, dan Allah dari Ishak (Kej. 28:13a).
  
14.      Di dalam Keluaran 6:2-3 Tuhan berkata, “Akulah TUHAN (YHWH), Aku telah menampakkan Diri kepada Abraham, Ishak, dan Yakub sebagai Allah (EL) yang Mahakuasa (SHADDAY), tetapi dengan nama-Ku TUHAN (YHWH) Aku belum menyatakan diri.” Maksud dari ayat ini adalah kepada nenek moyang Musa, Allah telah menyatakan Diri sebagai Allah yang mahakuasa dan memberikan banyak janji kepada mereka. Namun, janji-janji itu (cat: yang berkenaan dengan tanah perjanjian) baru digenapi pada jaman Musa dan generasi selanjutnya. Nama YHWH adalah berkaitan dengan the covenant name of God (nama dari Allah yang berjanji).

15.      Di dalam Yes. 42:8 tertulis, “ Aku ini YHWH, itulah namaKu . . . .” Apakah benar bahwa YHWH adalah satu-satunya nama Allah? Di dalam ayat-ayat lainnya, nama YHWH disejajarkan dengan nama ELOHIM atau EL; ketiga nama itu dipakai secara bergantian, misalnya:
Yes. 43:12b, “… Kamulah saksi-saksiKu,” demikianlah firman YHWH, “dan Akulah EL.
Yes. 45:14b, “Beginilah firman YHWH, ‘. . .  mereka akan sujud kepadamu dan akan membujuk engkau, katanya: Hanya di tengah-tengahmu ada EL, dan tidak ada yang lain; di samping Dia tidak ada ELOHIM.

16.      Selain itu ada satu kata lainnya, yakni: ADONAI. Kata ini sulit ditelusuri asal muasalnya. Namun makna dasarnya di dalam bhs Ibrani adalah: lord, master, sir. Sarah menyebut suaminya “adonai” (Kej.18:12). Adonai bisa berarti: tuan dari budak  (Kel. 21:5) dan orang-orang tertentu yang memiliki otoritas.  Kata ini dikenakan kepada Allah yg menunjuk pada kekuasaan-Nya (Maz. 2:4, “Adonai mengolok-olok mereka”. Yesaya 7:7, “Thus says ADONAI YHWH….”

17.       Kata Adonai lebih sering muncul bersamaan dengan kata YHWH, dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris “the Lord GOD” (Yes. 61:1) untuk membedakannya dengan “the Lord God” (Yahweh Elohim, Ezr. 9:15).  Karena rasa hormat yang sangat besar kepada nama YHWH, maka nama YHWH diganti dengan ADONAI di dalam bahasa lisan dan tulisan.

18.      Pada abad ketiga sebelum Masehi, Eliezer, Imam Besar agama Yahudi pada waktu itu di Yerusalem mengirim 72 imam atau tua-tua Israel kepada raja Ptolomeus Philadelfus di Iskandaria (Afrika Utara) untuk menerjemahkan Alkitab Ibrani (PL) ke dalam bahasa Yunani yang kemudian dikenal dengan nama SEPTUAGINTA (LXX). Di dalam LXX ini nama “EL / ELOHIM / ELOAH” diterjemahkan menjadi THEOS dan nama YHWH diterjemahkan menjadi KURIOS.[1] Nama-nama Yunani itu kemudian dipakai juga oleh Tuhan Yesus, misalnya:
a.         Yesus menjawab mereka, . . . . Akulah THEOS Abraham, THEOS Ishak dan THEOS Yakub . . . . “ (Mat. 22:29,32).
b.         “Maka berkatalah Yesus kepadanya, ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah KURIOS, THEOS-mu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Mat. 4:10).
c.          Sewaktu di atas salib, Tuhan Yesus pernah berseru dengan suara nyaring, “ELI, ELI, lama sabakhtani? Artinya: THEOS-Ku, THEOS-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat. 27:46). Di sini Tuhan Yesus memakai dialek bahasa Aramaic yang dikutipNya dari Mazmur 22:2. Menurut penelitian para ahli Kitab Suci, bahasa yang digunakan semasa Tuhan Yesus melayani di dunia ini adalah bahasa Yunani. Bahasa ini dipakai sebagai bahasa komunikasi umum regional, dan bahasa Aram sebagai dialek lokal di Palestina (cat.: menurut para ahli, Tuhan Yesus berbicara di dalam bahasa Aramaic). Bahasa Aram memiliki kemiripan dengan bahasa Ibrani.
Padahal, kata THEOS dipakai pula untuk menyebut dewa-dewi kafir (Kis. 28:6; 1 Kor. 8:5). Demikian pula dengan kata KURIOS juga dipakai untuk menyebut ilah-ilah  (1 Kor. 8:5). Namun, di dalam kekristenan, kedua kata itu diberi pemahaman yang baru.

19.      Dari manakah asal-muasal kata “Allah” itu? Berikut ini adalah penjelasannya. Nama diri Allah (EL) yang monotheis Abraham itu kemudian terus-menerus dipercayai keturunan Abraham dan Hagar, yakni Ismael. Nama EL itu kemudian berkembang dalam dialek Arab sebagai ALLAH.  Penulis di dalam Encyclopaedia Britannica menjelaskan sbb,

“Kata ‘Allah’  berasal dari bahasa Arab yang dipakai oleh orang Muslim dari berbagai bangsa untuk menyebut satu-satunya Allah yang benar. Kata ini merupakan gabungan dari kata ‘Al’ dan  ‘Ilah’ (cat.: kata ‘al’ adalah definite article). Kata ‘Allah’ ditemukan di inskripsi-inskripsi (monumen dari batu) di Syria dan Arab pada masa sebelum munculnya agama Islam.”[1]

20.       Jadi, nama ‘Allah’ berasal Al-Ilah yang berarti: The God. Nama ini merupakan sebutan standard dalam bahasa Arab untuk God. Kata ini dipakai baik oleh masyarakat Arab yang beragama Kristen maupun Islam.

21.      PESHITA adalah Alkitab terjemahan bahasa Aram-Siria. Kitab ini ditemukan pada awal abad kelima (2 abad sebelum agama Islam lahir). Di dalamnya dituliskan kata ALAHA untuk menyebut EL / ELOHIM / ELOAH. Ini membuktikan, bahwa jemaat Gereja Orthodox Siria telah lama menggunakan nama ALLAH. [2]

22.      Namun, pada masa JAHILIYYAH di Mekah, nama AL-ILAH kemudian mengalami kemerosotan pemahamannya. Nama itu dipakai untuk menyebut dewa air atau dewa-dewa lainnya, seperti dewa bulan, dewa gunung, dsb.

23.      Menurut DR. Daud H. Soesilo (konsultan Lembaga Alkitab se-dunia), kata ALLAH, dalam Alkitab terjemahan bhs. Melayu dan bhs. Indonesia sudah digunakan terus-menerus semenjak terbitan Injil Matius dalam bhs. Melayu yang pertama, yakni terjemahan Mr. Albert Corneliz Ruyl (1629); begitu pula di dalam terjemahan Alkitab bhs. Melayu yang pertama (oleh Mr. Melchior Leijdekker, 1733), dan terjemahan Alkitab Melayu yang kedua (oleh Mr. Hillebrandus Cornelis Klinkert, 1879) sampai saat ini.[3]

24.      Setelah kita mengikuti uraian di atas, maka berikut ini adalah kesimpulannya:
a.      Sang Pencipta pernah memperkenalkan DiriNya kepada manusia dengan memakai berbagai nama yang dipahami oleh manusia dari berbagai bangsa. Di dalam Alkitab, Dia pernah menamakan Diri-Nya sebagai: El, Elohim, Eloah, Elah, Tsur, Adonai, YHWH, Theos, dan Kurios.

a.      Di dalam masyarakat Arab, Sang Pencipta dipanggil dengan nama ALLAH. Dalam masyarakat Cina, Ia disebut dengan nama SHANG TI[1]. Orang yang berbahasa Inggris menyebut-Nya sebagai GOD[2]. Bangsa-bangsa lainnya pasti mempunyai panggilan yang berbeda pula.
b.      Apapun nama panggilan-Nya, yang terpenting adalah apakah ada pemahaman yang benar tentang Pribadi-Nya dan adakah persekutuan pribadi antara umat dengan DiriNya? Rasul Yohanes juga pernah menggunakan kata “Logos” yang telah dipahami oleh masyarakat Yunani beberapa abad sebelum Injil diberitakan kepada mereka. Kata ‘Logos’ di dalam Stoicisme adalah suatu prinsip yang mengatur alam semesta sehingga tidak kacau-balau. Di dalam kekristenan, kata itu diberi pemahaman yang baru, yakni ‘Logos telah menjadi daging’ (menjadi satu pribadi yakni Tuhan Yesus Kristus, Yoh. 1:14).
c.       Dari Alkitab kita mengetahui, bahwa Sang Pencipta itu hanya dapat dikenal dan dihubungi secara pribadi di dalam Diri Tuhan Yesus Kristus.  “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa….” (Yoh.14:9b,
bnd. Yoh. 17:3; 1 Tim.2:5). Tuhan menentang orang yang sering menyebut Nama-Nya, tetapi sebenarnya tidak mempunyai hubungan Pribadi denganNya (mis. Mat. 7:22-23; Mrk. 24:5).
d.      Di dalam Alkitab, NAMA bukan sekedar nama tetapi menunjuk pada PRIBADI orang itu. Misalnya: nama ‘Nabal’ (1 Sam. 25:25), nama ‘Abraham’ (=bapa dari banyak orang), Yesus (= Juruselamat). Di dalam Kel. 34:14, YHWH memberi nama lain bagi Diri-Nya, yakni: CEMBURUAN (Jealous), maksudnya: Pribadi-Nya cemburuan. Dia tidak mau umatNya menyembah dewa/I lain (bnd. pula Yes. 48:9). Syarat utama untuk menjadi ‘anak-anak Allah’ adalah ‘percaya dalam nama-Nya’, maksudnya: memiliki persekutuan pribadi dengan Dia (Tuhan Yesus).
Jadi, orang Kristen di Indonesia boleh saja memakai nama ‘Allah’ di dalam menyebut Diri sang Pencipta, Penebus dan Pemelihara   hidup kita. Tuhan Yesus adalah satu-satunya Perantara di antara Allah yang benar dengan manusia yang berdosa.
Sumber

[1] Kata ‘Shang Ti’ berarti dewa Langit, yaitu dewa yang tertinggi di antara banyak dewa/i lainnya di dalam kepercayaan masyarakat Cina.  
[2] Kata ‘God’ berasal dari panggilan bangsa-bangsa Teutonic (Anglo Saxon, Belanda, Jerman, dan Scandinavia) terhadap obyek sembahan mereka. Seperti kata ‘Theos’ di Yunani dan ‘Deus’ di latin, kata ini ditujukan kepada semua keberadaan ilahi yang melampaui manusia dan menguasai alam serta manusia di dalam mitologi penyembahan berhala mereka.
Di dalam etimology populer, kata ‘God’ dikaitkan dengan kata ‘good’ (=baik). Menurut The New English Dictionary, kata asli dari ‘God’ adalah GHEU (cat.: akar kata bahasa  Aryan) yang berarti: ‘to invoke’ (memanggil Allah) dan menuangkan (dalam upacara persembahan korban).
Kemudian ketika Injil dikabarkan kepada masyarakat ini, kata ‘God’ dipakai untuk menyebut Allah Sang Pencipta, Allah yang Tritunggal (Walter Yust, Encyclopedia Britannica: A New Survey of Universal Knowledge, vol. 10, s. v. “God”).
 


[1]Walter Yust, Encyclopedia Britannica: A New Survey of Universal Knowledge, vol. 1, s. v. “Allah’.
[2] Herlianto, 64.
[3] Ibid, 101.


[1] Herlianto, Siapakah Yang Bernama Allah Itu? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 116.
 
 

[1] Lawrence O. Richards, Expository Dictionary of Bible Words (Grand Rapids, MI: Zondervan Publishing House, 1991), s. v. “God”.
[2] Masoretic Texts dibuat oleh kaum Masoretes yang terdiri dari para ahli kitab Yahudi pada abad ke 6-10 M. Mereka bekerja keras untuk memelihara dan meneruskan text-text Perjanjian Lama (Geoffrey W. Bromiley, The International Standard Bible Encyclopedia, vol. 4 [Grand Rapids, MI: Wm B. Eerdmans Publishing Co., 1993], s. v. “Text and MSS of the OT”).
[3]Walter Yust, ed., Encyclopedia Britannica: A New Survey of Universal Knowledge, vol. 12 (Chicago: Encyclopedia Britannica, Ltd, 1955), s. v. “Jehovah’.

[1] Iman Taat Kepada Shiraathal Mustaqiim, “Siapakah Yang Bernama Allah Itu? Jakarta.
[2] Finis Jennings Dake, Dake’s Annotated Reference Bible (Lawrenceville, Georgia: Dake Bible Sales, Inc.,1981), “Complete Concordance – Cyclopedia Index, s. v. “God”.
[3]Louis Berkhof, Teologia Sistematika: Doktrin Allah (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1993), 70.
[4] Everett F. Harrison, ed., Baker’s Dictionary of Theology (Grand Rapids, MI: Baker Book House, 1994), s. v. “God”.